Terdapat 7 Indikator penting dalam keberhasilan produksi massal :
1. Jumlah Produksi (Produktivitas)
Indikator pertama yang membantu untuk menganalisa keberhasilan produksi massal adalah jumlah produksi atau produktivitas perusahaan yang diperoleh dari produksi massal.
Sebuah produksi massal dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan produk dengan jumlah yang besar dan sudah terstandarisasi.
Dalam hal ini, jumlah produksi yang dihasilkan dari produksi massal menjadi salah satu indikator yang menggambarkan apakah produksi massal sudah mencapai target yang ditentukan atau belum. Jumlah produksi ini dapat dilihat dari total jumlah produk yang dihasilkan pada setiap shift, setiap pekan atau setiap dilakukan pergantian mesin.
Pada banyak kasus yang terjadi di perusahaan, biasanya jumlah total ini dibandingkan dengan antar shift sebagai salah satu pemicu persaingan antar karyawan.
Di sisi lain, hal ini seiring dengan tujuan perusahaan meningkatkan produktivitasnya.
2. Reject Ratio
Produk reject merupakan produk yang tidak memenuhi standar kualitas barang yang sudah ditentukan oleh perusahaan sebelum melakukan proses produksi.
Dalam sebuah proses produksi menjadi hal yang biasa saat terdapat barang atau produk yang reject, atau produk yang rusak dan tidak memenuhi standar kualitas produk yang sudah ditentukan.
Namun, rasio dari reject ini perlu diperhatikan. Karena jika rasio barang reject terlalu tinggi akan mempengaruhi laju proses produksi dan berpengaruh pada jumlah serta kualitas barang yang diproduksi.
Reject ratio merupakan kebalikan dari Direct Acceptance Ratio (DAR). Dengan satu kali penghitungan, Anda dapat mengetahui tingkat reject sekaligus tingkat penerimaan langsung.
Berikut contoh penghitungannya.
Jika yang diketahui adalah Jumlah Unit yang baik = Jumlah unit yang baik Good Qty / Total Jumlah Unit yang diproduksi * 100
atau jika yang diketahui adalah Jumlah Unit yang cacat : = 100 – (Jumlah unit yang cacat / Total Jumlah Unit yang diproduksi * 100)
Contoh misalnya:
Sebuah Jalur produksi yang memproduksi Printer di Perusahaan “Indo Electronics” dengan jumlah unit yang baik sebanyak 80 unit, Jumlah Unit yang Cacat (Reject) adalah 20 unit dan Total Jumlah Unit yang berhasil jadi Output adalah 100 unit.
Hitungan DAR:
Jawaban :
Berdasarkan Jumlah Unit yang baik: 80 unit / 100 unit *100 = 80%;
Hitungan Reject Ratio:
Berdasarkan Jumlah Unit yang Cacat : 100 – ( 20 / 100 ) * 100) = 100 – ( 20 ) = 80%
Jika tingkat DAR-nya adalah 80%
Jika yang ingin Anda hitung adalah Tingkat Cacatnya Produksi (Production Rejection Rate, maka rumusnya adalah sebagai berikut:
= Jumlah Unit yang Cacat / Total Jumlah unit yang diproduksi * 100 = 20 / 100 * 100 = 20%
Jadi tingkat Rejection Rate adalah : 20%
3. Kecepatan (Rate)
Kecepatan atau rate dalam proses produksi juga menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi keberhasilan sebuah produksi massal.
Kecepatan yang rendah akan berpengaruh pada profit yang akan diperoleh perusahaan. Perusahaan dapat mengalami penurunan keuntungan saat tingkat kecepatan yang digunakan terlalu rendah.
Sedangkan tingkat kecepatan yang tinggi akan berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan.
Hal ini menjadikan kecepatan dalam proses produksi perlu memiliki tingkat kecepatan yang konsisten sesuai dengan kecepatan yang sebelumnya sudah ditentukan.
Sehingga perusahaan perlu mempertimbangkan dalam menetapkan laju kecepatan dalam produksi massal untuk dapat menghasilkan produk yang tetap berkualitas sebagai salah satu hal yang menunjukkan keberhasilan sebuah produksi massal.
4. Memiliki Target atau Pencapaian
Setiap perusahaan tentu memiliki target atau capaian yang ingin dituju dalam jangka waktu tertentu. Termasuk target dari proses produksi yang dilakukan di sebuah perusahaan.
Target ditetapkan dengan menentukan keluaran atau output, tingkatan produk dan kualitas produk.
Adanya target yang ditetapkan oleh sebuah perusahaan ini untuk mendorong karyawan dapat mencapai target pada setiap kategori yang sudah ditentukan.
5. Takt Time
Sebuah proses produksi massal yang memberikan keuntungan efisiensi ini tidak lepas dengan waktu yang digunakan dalam proses produksi.
Waktu yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan sebuah pekerjaan disebut dengan Takt Time. Istilah ini juga tak jarang digunakan dalam proses produksi massal.
Takt time merujuk pada waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah produk dan waktu yang dibutuhkan pada siklus operasi tertentu dalam proses produksi.
Dengan mengetahui informasi waktu yang dibutuhkan dalam sebuah proses produksi ini akan dapat membantu produsen dalam melakukan identifikasi titik mana yang menghambat proses produksi.
Sehingga dengan mengetahui letak hambatan pada proses produksi akan segera dapat diatasi dan waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi massal dapat kembali sesuai dengan yang sudah ditetapkan.
Karena dalam hal keberhasilan proses produksi, waktu yang digunakan dalam memproduksi barang menjadi salah satu hal yang cukup krusial.
Saat perusahaan tidak mengetahui hambatan yang akan memperpanjang waktu produksi, maka proses produksi menjadi tidak efisien.
6. Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Overall Equipment Effectiveness atau (OEE) adalah keefektifan peralatan secara keseluruhan.
OEE menjadi salah satu indikator keberhasilan sebuah proses produksi karena ini akan membantu produsen dalam mengetahui dan mengidentifikasi apakah peralatan yang ada dalam proses produksi sudah dimanfaatkan dengan efisien.
Peralatan secara keseluruhan mulai dari sumber daya manusia, mesin dan peralatan yang mendukung proses produksi dipastikan digunakan secara efisien dan tidak mengganggu proses produksi.
7. Downtime
Pada jalannya proses produksi, ada waktu di mana pengoperasian dihentikan yang ini biasa disebut dengan downtime atau waktu henti. Downtime ini terjadi dengan tidak direncanakan karena ada beberapa hal yang menjadi sebab.
Misalnya karena perbaikan mesin, kerusakan software dan hardware atau salah pengoperasian mesin dan juga dapat terjadi karena minimnya perawatan mesin.
Downtime menjadi salah satu indikator yang penting dalam keberhasilan sebuah produksi.
Karena dengan meminimalisir downtime sama artinya dengan meningkatkan keuntungan. Dan saat banyaknya downtime berarti kehilangan keuntungan.
Pada banyaknya kasus yang terjadi di perusahaan, operator kadang perlu menggunakan kode alasan sebagai sesuatu yang membenarkan terjadinya downtime.
Hal ini dilakukan agar penyebab downtime dapat diidentifikasi dan ditinjau lebih lanjut.
Posting Komentar